Pendahuluan
Pada tanggal 5 Mei 1821, dunia menyaksikan berakhirnya kehidupan salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah dunia—Napoleon Bonaparte. Ia meninggal dalam pengasingan di Pulau Saint Helena, sebuah pulau terpencil di Atlantik Selatan yang kala itu dikuasai Inggris. Meski catatan resmi menyebut kanker lambung sebagai penyebab kematiannya, banyak sejarawan, ilmuwan, dan peneliti independen meragukan kebenaran tersebut.
Dari dugaan peracunan arsenik hingga teori bahwa ia menderita efek racun lingkungan atau bahkan dibunuh oleh lawan politiknya, misteri seputar kematian Napoleon terus menimbulkan perdebatan. Artikel ini akan menyelami bukti-bukti sejarah, laporan medis, analisis forensik modern, dan motif politik yang mungkin melatarbelakangi kematiannya.
Latar Belakang: Napoleon di Saint Helena
Setelah kekalahannya dalam Pertempuran Waterloo pada tahun 1815, Napoleon menyerahkan diri kepada Inggris dan diasingkan ke Saint Helena, pulau kecil dan terisolasi lebih dari 2.000 km dari pantai Afrika.
Ia tinggal di Longwood House, rumah yang basah, berjamur, dan sangat tidak sehat. Selama enam tahun terakhir hidupnya, Napoleon mengalami penurunan kesehatan secara drastis—keluhan utama meliputi:
-
Sakit perut kronis
-
Muntah
-
Penurunan berat badan ekstrem
-
Kelemahan umum
Akhirnya, pada tahun 1821, ia meninggal dunia dalam usia 51 tahun.
Versi Resmi: Kanker Lambung
Laporan autopsi resmi menyatakan bahwa Napoleon meninggal akibat kanker lambung. Dokter yang melakukan autopsi, termasuk beberapa dari Inggris dan Prancis, melaporkan bahwa:
-
Lambungnya berlubang (ulserasi besar)
-
Ada jejak tumor
-
Jaringan perut menunjukkan peradangan parah
Penyakit ini juga mengalir dalam keluarganya—ayah Napoleon juga meninggal akibat kondisi yang sama, memperkuat dugaan adanya faktor keturunan.
Namun, ada ketidaksesuaian penting yang membuat para peneliti curiga: tubuh Napoleon tidak membusuk secara normal, bahkan setelah bertahun-tahun dimakamkan. Hal ini menjadi titik awal teori peracunan.
Teori Populer: Peracunan Arsenik
Pada tahun 1961, ahli forensik Sten Forshufvud, seorang dokter gigi asal Swedia, melakukan analisis terhadap rambut Napoleon yang tersimpan di berbagai koleksi pribadi. Hasilnya mengejutkan: terdapat kadar arsenik yang sangat tinggi.
Arsenik adalah racun yang digunakan secara luas di abad ke-19. Dosis kecil dapat menimbulkan:
-
Mual
-
Diare
-
Rambut rontok
-
Nyeri lambung
-
Kematian perlahan dalam waktu berminggu atau berbulan-bulan
Ciri-ciri ini cocok dengan gejala Napoleon. Teori ini diperkuat dengan temuan bahwa Napoleon tidak menunjukkan tanda-tanda muntah darah, gejala umum pada kanker lambung yang parah.
🔬 Penemuan Penting:
-
Rambut dari tahun-tahun terakhir hidupnya mengandung arsenik 10-100x di atas normal.
-
Ada laporan Napoleon mengeluh soal rasa logam di mulut dan merasa tubuhnya “meracuni dirinya sendiri”.
Sumber Arsenik: Sengaja atau Tidak?
Jika Napoleon memang diracuni, siapa pelakunya?
1. Charles Tristan, Marquis de Montholon
Adalah salah satu pendukung Napoleon yang tinggal bersamanya di Saint Helena. Montholon punya motif: ia akan mendapat warisan besar jika Napoleon wafat. Banyak kecurigaan mengarah padanya karena ia bertanggung jawab atas makanan dan minuman Napoleon.
2. Inggris
Sebagai musuh utama Napoleon, Inggris punya kepentingan besar agar ia tidak kembali berkuasa. Pembunuhan terselubung akan menghindari kerusuhan internasional dan potensi pemberontakan.
3. Lingkungan
Banyak bahan bangunan dan cat di Longwood House mengandung arsenik alami, termasuk lemari dan wallpaper hijau yang mengandung arsenik. Dalam iklim lembab, arsenik bisa menguap dan terhirup.
Kritik Terhadap Teori Racun
Beberapa sejarawan dan ilmuwan menyanggah teori peracunan, dengan alasan:
-
Arsenik juga digunakan dalam obat-obatan abad ke-19.
-
Tingginya kadar arsenik dalam rambut belum tentu berasal dari racun yang ditelan, bisa dari sumber eksternal seperti air, pakaian, atau udara.
-
Penelitian lanjutan oleh tim dari Prancis dan Italia menemukan bahwa kadar arsenik di rambut Napoleon konsisten sepanjang hidupnya, bukan hanya saat di Saint Helena.
Artinya, Napoleon memang mengandung arsenik, tapi mungkin bukan dari pembunuhan.
Bukti-Bukti Tambahan yang Mengundang Pertanyaan
-
Tidak ada darah dalam muntah
-
Gejala kanker lambung stadium lanjut sering ditandai dengan muntah darah. Napoleon tidak mengalaminya.
-
-
Perubahan suasana hati dan kognitif
-
Napoleon mengalami kebingungan dan kelelahan ekstrem, gejala khas keracunan arsenik jangka panjang.
-
-
Keanehan pengawetan tubuh
-
Saat tubuhnya dibongkar kembali pada tahun 1840 (untuk dipindahkan ke Prancis), ia ditemukan dalam kondisi hampir utuh, seolah-olah baru meninggal. Arsenik dikenal sebagai pengawet alami.
-
Apakah Napoleon Dibunuh?
Dari sudut pandang politik, ya, sangat masuk akal. Napoleon masih dianggap berbahaya bagi stabilitas Eropa. Bahkan dalam pengasingan, ia tetap menjadi simbol pemberontakan. Membiarkannya hidup terlalu lama adalah ancaman potensial.
Namun, tidak ada bukti langsung atau pengakuan. Maka kematiannya tetap menjadi perpaduan fakta medis dan konspirasi sejarah.
Penutup: Misteri yang Tak Pernah Usai
Lebih dari dua abad sejak kematiannya, Napoleon Bonaparte masih menimbulkan perdebatan. Apakah ia benar mati karena penyakit keluarga, atau dibungkam secara halus oleh lawan politiknya? Apakah kematiannya hanyalah akibat dari hidup di lingkungan beracun? Atau ada dalang yang memainkan skenario peracunan?
Yang jelas, Napoleon tetap menjadi figur sejarah yang membayangi Eropa bahkan setelah wafat. Ia bukan hanya seorang jenderal atau kaisar—ia adalah legenda, dan misterinya akan terus hidup selamanya.